Iklan Sponsor

Iklan

Iklan Sponsor

Iklan

terkini

Bahtera Sawerigading sebagai Wujud Budaya Rupa

arung sejarah
, 02:40 WIB Last Updated 2023-06-13T03:42:58Z
Bahtera Sawerigading sebagai Wujud Budaya Rupa, Bagaimana Merekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading, Situs-Situs Peninggalan Prasejarah di Sulawesi Selatan yang Bentuknya Menyerupai Bahtera Sawerigading, Episode Pembuatan dan Pelayaran Bahtera Sawerigading , Rekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading, Anwar Thosibo, Departeman Sejarah Universitas Hasanuddin, disampaikan pada acara Festival dan Seminar Internasional La Galigo di Masamba, Sulawesi Selatan, 10-14 Desember 2003, Sawerigading, La Galigo, Idwar Anwar, novel la galigo, warisan la galigo, dunia atas, dunia bawah, dunia tengah
Prof. Anwar Thosibo

ARUNGSEJARAH.COM - Bahtera Sawerigading sebagai Wujud Budaya Rupa.

 

DALAM kamus Webster, istilah “rupa” didefenisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan penglihatan; kesan yang diperoleh lewat penglihatan. Istilah rupa dengan demikian tidak dapat dilepaskan dari relasi sesuatu yang dapat dilihat dengan sesuatu yang melihat. Sesuatu yang dilihat dapat berupa gambar, foto, patung, atau bahtera. Dengan demikian, istilah rupa dalam hal ini, lebih luas cakupannya dari istilah gambar, seperti hubungan antara genus dan spesies.

Sesuatu yang bersifat rupa di dalam kebudayaan biasanya diorganisir lewat apa yang disebut sebagai “bahasa rupa” (visual  language), yaitu bahasa khusus yang di dalamnya digunakan unsur-unsur rupa (seperti bentuk, warna  gerak dan ukuran), yang dikombinasikan dengan cara tertentu sesuai dengan kesepakatan sosial (social code), sehingga dipahami maknanya (meaning) oleh komunitas bahasa. Dalam bahasa verbal,  kode adalah cara kombinasi tanda-tanda dengan menggunakan gramar atau sintak. Di dalam bahasa rupa dikenal  juga gramar, yaitu gramar rupa dengan menganalogikan elemen-elemen rupa (bentuk, warna, ukuran) sebagai kata-kata dalam bahasa verbal.

Bahasa rupa adalah bahasa manusia yang paling tua, ketimbang bahasa verbal, sebab melihat sesuatu yang bersifat rupa telah ada sebelum lahir kata-kata. Ketuaan bahasa rupa ini diperlihatkan dengan jelas oleh manusia prasejarah yang mencoba menyampaikan pesan tertentu  melalui  gambar pada permukaan cadas atau gua.

Budaya rupa (visual culture) berkaitan dengan penciptaan dan penggunaan sesuatu yang bersifat rupa lewat bahasa-bahasa rupa. Istilah budaya rupa dalam pengertian akademis, digunakan untuk menjelaskan hasil karya budaya seperti gambar, lukisan, patung atau arsitektur. Alam juga mempunyai unsur rupa (bentuk warna dan ruang), akan tetapi tidak merupakan bagian dari budaya rupa, karena budaya rupa merupakan karya khas manusia. Meskipun demikian, alam (flora, fauna, laut, bumi, dan langit) menjadi sumber utama budaya rupa tersebut, sebagai cara manusia mengkulturkan alam.

Dalam budaya rupa, dengan demikian, tampak sekali campur tangan manusia dalam menciptakan sesuatu yang bersifat rupa, menandingi sifat-sifat rupa alam. Oleh sebab itu, teknologi perupaan mempunyai peran yang sangat besar dalam perkembangan budaya rupa tersebut. Di dalam budaya rupa prasejarah dan primitif yang mempunyai teknologi rupa yang masih sangat sederhana, dikenal teknik-teknik toreh, kuas, pahat, ukir, dsb. Sementara, dalam apa yang disebut sebagai budaya rupa modern, budaya rupa lebih kerap dikaitkan dengan media-media yang mempunyai teknologi tinggi, seperti fotografi, video, komputer dan internet.

Meskipun demikian, baik di dalam budaya rupa masyarakat prasejarah maupun yang modern, penggunaan elemen-elemen rupa dalam rangka menyampaikan sebuah pesan tertentu merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari budaya rupa. Tanda rupa digunakan untuk menyampaikan pesan tertentu. Tanda rupa adalah tanda-tanda yang berkaitan dengan sesuatu yang dilihat.

Kumpulan tanda-tanda yang diorganisir dengan cara dan aturan main tertentu membentuk kalimat bermakna, yang pada akhirnya membentuk teks. Dalam pengertiannya yang lebih terbatas pada linguistik, teks didefinisikan sebagai “setiap wacana yang diwujudkan dalam bentuk tulisan”. Sementara wacana itu sendiri dapat diartikan secara khusus sebagai “realisasi penggunaan bahasa”. Teks dalam pengertian yang sempit adalah wujud tulisan, akan tetapi dalam pengertian yang luas, teks didefinisikan sebagai kombinasi tanda-tanda.

Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami dan membaca bahasa rupa, salah satunya adalah pendekatan strutural yang diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure. Di dalam fenomena benda-benda budaya prasejarah, kajian tentang makna budaya benda tersebut harus dilihat dari konteks relasi sosial yang lebih luas, khususnya dengan praktek simbolik yang terstruktur. Ada relasi antara benda budaya tersebut dengan struktur masyarakat. Makna dari artefak bahtera Sawerigading, dapat dipahami dengan cara mengaitkan struktur artefaknya dengan struktur-struktur lainnya yang ada di dalam pola-pola budaya benda masyarakat di mana benda itu berada, misalnya, dengan struktur kekerabatan, upacara, totem dan ritual, yang satu sama lainnya membentuk totalitas makna yang saling berkaitan.

Sebelumnya.... Bagaimana Merekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading

* Anwar Thosibo, Departeman Sejarah Universitas Hasanuddin, disampaikan pada acara Festival dan Seminar Internasional La Galigo di Masamba, Sulawesi Selatan, 10-14 Desember 2003.

--------------------

Sumber-sumber yang digunakan

Basoeki. 1982., hlm. 623-633.

Beberapa Aspek tentang Rekonstruksi Bangunan-Bangunan Purbakala di Indonesia, dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi II, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dunandjaja, James. 1990.

Kegunaan Cerita Rakyat Sawerigading sebagai Sumber Sejarah Lokal Daerah-Daerah di Sulawesi, dalam Sawerigading. Jakarta: Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hermawan, F.I., 1986.

Perkembangan Kegiatan Maritim. Bandung: Alumni.

Kartodirdjo, Sartono., 1987.

Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kuntowijaya, 1994.

Metodologi sejarah. Yogyakarta:  Tiara Wacana.

Mangemba, H.D. 1990., hlm. 95-107.

Sawerigading Berlayar ke Cina, dalam Sawerigading. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Pawilloy, Sarita et. al. 1990., hlm 405-426.

Sawerigading, Hubungannya dengan Peradaban dan Benda-Benda Alam di Sulawesi Selatan, dalam Sawerigading. Jakarta: Departemen Pendididikan dan Kebudayaan.

Pilliang, Y. A., 2002.

Budaya Rupa : Membaca Masa Lalu untuk Menulis Masa Depan, makalah dalam  Seminar Forum Studi Kebudayaan. Bandung : FSRD- ITB

Salim, Muhammad. 1990., hlm. 333-356. 

Sawerigading dalam Naskah, dalam Sawerigading. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Salombe, C. Tanpa tahun.

Sawerigading Sebuah Versi Lisan Bahasa Toraja Berirama di Kandora, Mengkendek, Tana Toraja. Tanpa kota dan nama penerbit.

Tabrani, Primadi. 2002.

Semiotik dan Bahasa Rupa Gambar, dalam  Semiotik Kumpulan Makalah Seminar. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian UI.   

Tangdilintin, 1976.

Tongkonan: Rumah Adat Toraja dengan Seni dan Konstruksinya. Tana Toraja: Yayasan Lempongan Bulan.

Komentar
Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE. #JernihBerkomentar
  • Bahtera Sawerigading sebagai Wujud Budaya Rupa

Terkini

Iklan

Close x