Prof. Anwar Thosibo |
ARUNGSEJARAH.COM - Bagaimana Merekonstruksi Bentuk dan Ornamen Bahtera Sawerigading.
Keterkaitan antara tradisi lisan dalam tataran konseptual dengan peninggalan budaya rupa dalam tataran yang kongkrit, semakin mempermudah kita melakukan rekonstruksi bahtera Sawerigading dalam bentuk dan ukuran “aslinya”.
Bangun bahtera Sawerigading dapat dimasukkan dalam kategori bangunan yang simetris. Artinya sebuah bangun yang jika dipotong tegak lurus menjadi dua bagian yang sama, maka kedua bagian potongan itu mempunyai bentuk dan ukuran yang sama pula walaupun salah satu bagiannya telah hilang.
Jika bentuk keseluruhan dari bangunan itu telah hilang, maka kita masih dapat berusaha untuk mengembalikan bentuknya dalam keadaan semula, asal saja dari fakta-faktanya dapat dibuatkan susunan percobaan. Kemudian susunan percobaan itu dapat digambarkan rekonstruksinya.
Dari gambar rekonstruksi inilah baru dapat dilihat bentuk bangun tersebut. Meskipun bentuk bangunnya sudah jelas, tetapi tentang ukuran bangunan tersebut secara keseluruhan belum tentu sama. Meski demikian yang dipentingkan dalam rekonstruksi sebuah bangun adalah bentuknya dapat dipertahankan.
Di bawah ini akan diperkenalkan bagaimana caranya merekonstruksi bentuk bangunan prasejarah yang telah hilang atau runtuh dengan mengambil contoh beberapa bangunan simetris dari sebuah bidang yang berbetuk segitiga samakaki, bidang yang berbentuk kubus, bidang yang berbentuk piramida dan sebuah bangunan yang separuhnya telah runtuh.
Dari sebuah bidang yang berbentuk segitiga samakaki ABC yang masih dapat dilihat hanya separuhnya yaitu bidang ADC. Untuk menemukan atau memperbaiki segitiga ABC, maka kita buatkan segitiga BCD yang sama dan sebangun dengan segitiga ACD. Garis CD ditempelkan pada garis CD pula, maka bentuk asli segitiga ABC telah dapat direkonstruksi.
Sama halnya dari sebuah kubus yang hanya tinggal separuhnya. Untuk memulihkan bentuk kubus itu seutuhnya, maka kita buatkan di sisinya setengah kubus yang bentuk dan ukurannya sama dengan bentuk yang masih ada. Begitupun sebuah piramida yang terpotong garis diagonalnya. Untuk memugar kembali piramida ini kita bangun lagi setengah bentuk piramida yang bentuk dan ukurannya sama dengan bentuk yang tertinggal.
Dari sebuah bangunan candi yang atapnya tidak diketahui lagi bentuknya, sedangkan bagian badan dan kaki yang terlihat hanya separuh saja, juga pintunya hanya terlihat separuh saja. Untuk merekonstruksi bangunan tersebut tidak mungkin ditampilkan lengkap dengan bentuk atapnya. Jadi yang bisa direkonstruksi hanya meliputi kaki dan badan candi, serta pintu masuk dan kamar yang ada di dalam candi.
Gambar-gambar yang dipilih tersebut hanya sebagai contoh saja bagaimana cara merekonstruksi, yang menerangkan bahwa biar bagaimanapun dari bangunan itu hanya tinggal separuhnya, tetapi bentuk kerseluruhannya masih dapat diperlihatkan, maka yang tersisa itu masih dapat dipergunakan sebagai pola bagian yang telah hilang.
Jika pada dinding luar dan dinding dalam sebuah bangun terdapat relung, maka pada dinding yang baru pun dapat dibuatkan relung-relung baru berdasarkan bentuk dan ukuran relung-relung yang terdapat pada dinding yang lama. Tentang hiasan-hiasan atau ornamennya yang terdapat pada dinding lama, sebaiknya tidak boleh dibuat pada dinding yang baru. Justru yang tidak berhias inilah yang menunjukkan bahwa bagian inilah yang dikonstruksi.
Kesimpulannya, rekonstruksi adalah suatu usaha untuk memulihkan kembali artefak budaya prasejarah yang telah runtuh atau yang hilang kepada bentuk dan ukuran yang aslinya semaksimal mungkin. Mengingat bahtera Sawerigading bentuknya simestris, maka bila bentuk-bentuk bagian yang cukup mewakili masih ditemukan, tentunya suatu usaha rekonstruksi masih mungkin dilakukan, sekalipun harus diikuti oleh persyaratan yang ketat.
Bersambung.... Bahtera Sawerigading sebagai Wujud Budaya Rupa