ARUNGSEJARAH.COM - K.H. Hasyim Asy'ari - Pendidikan Karakter Khas Pesantren (Adabul 'Alim wa Muta'alim).
WAHAB bin Munabbah berkata: “Sesuatu yang diperoleh dari ilmu itu bermacam-macam;
1.Kemuliaan, walaupun orang yang memilikinya itu orang yang rendahan.
2.Keluhuran derajat, walaupun ia diremehkan.
3.Dekat (di hati ummat), walaupun ia berada di daerah jauh.
4.Kekayaan, walaupun ia miskin harta.
5.Kewibawaan, walaupun ia orang yang rendah diri.”
Kemudian ia menyanyikan sebuah lagu dalam memaknainya:
Ilmu itu akan mengantarkan suatu kaum pada puncak kemuliaan.
Orang yang mempunyai lmu itu akan terjaga dari kerusakan.
Hai orang yang mempunyai ilmu bersahajalah!, janganlan engkau
mengotorinya.
Dengan perbuatan-perbuatan yang merusak,karena tidak ada pengganti terhadap sebuah ilmu.
Ilmu itu mengangkat sebuah rumahyang tak bertiang.
Bodoh itu merobohkan sebuah rumah keluhuran dan kemuliaan....
***
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin ra., ia berkata: “Para sahabat dan para tabi’in mereka semua mempelajari petunjuk, sebagaimana mereka mempelajari ilmu pengetahuan”.
Diriwayatkan dari Hasan Al Bashri ra. Ia berkata: “Bahwasanya ada seorang lelaki keluar dari tempat tinggalnya untuk mendidik jiwanya dalam beberapa tahun.”
Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Uyainah ra. bahwasanya Rasulullah itu merupakan timbangan yang agung. Pada pribadi beliau ditampakkan beberapa hal yang pantas dicontoh;budi pekerti, tindak-tanduk dan petunjuk-petunjuknya.Adapun segala perilaku yang sesuai dengan kepribadian beliau, maka hal itu dianggap benar, sedangkan yang tidak sesuai dengan prilaku beliau, maka dianggap salah.
Diriwayatkan dari Habib Al-Syahid, ia berkata kepada putranya: “Bertemanlah engkau dengan orang-orang yang ahli fiqh (orang yang sangat paham dalam bidang agama: penj), pelajarilah budi pekerti dari mereka, karena hal itu lebih aku cintai dari pada engkau banyak mempelajari ilmu hadits”.
Ruwaim berkata:
“Wahai anakku! Jadikanlah ilmumu ibarat garam (yang tersebar di lautan) dan jadikanlah budi pekertimu ibarat (tepung yang berterbangan didaratan)”.
Imam Ibnu Al Mubarak ra. Berkata: “Kami lebih membutuhkan budi pekerti yang sedikit daripada yang banyak”.
Imam Syafi’i suatu ketika pernah ditanya: “Bagaimana pengakuanmu terhadap budi pekerti? Beliau menjawab: “Aku mendengarkan perhuruf darinya, sehingga semua anggota tubuhku menjadi senang, sesungguhnya seluruh anggota tubuhku mempunyai pendengaran yang bisa menikmatinya. Kemudian beliau ditanya lagi, bagaimana cara engkau mencari budi pekerti itu?” Beliau menjawab: "Aku mencarinya ibarat orang perempuan yang kehilangan anaknya, kemudian ia mencarinya. Sementara ia tidak mempunyai orang lain selain anak itu.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tauhid itu mengharuskan adanya suatu keimanan. Barangsiapa yang tidak beriman, maka berarti ia tidak bertauhid. Iman juga mengharuskan adanya syari’at. Barang siapa yang tidak bersyari’at, maka berarti ia tidak beriman dan juga tidak bertauhid.Syari’at juga mengharuskan adanya budi pekerti budi pekerti. Barang siapa yang tidak mempunyai budi pekerti, maka ia tidak bersyari’at, tidak beriman dan tidak bertauhid (kepada Allah SWT).
Apa yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para ‘ulama’ semuanya merupakan ketentuan yang sangat jelas, kata–kata yang dikuatkan dengan nur ilham yang mampu menerangkan tentang betapa luhurnya kedudukan budi pekerti, juga menjelaskan bahwa semua perbuatan yang bersifat keagamaan, baik yang bersifat bathiniyah maupun lahiriyah, baik ucapan maupun perbuatan, hal itu tidak akan dianggap sebagai amal, kecuali apabila perbuatan tersebut dibarengi dengan budi pekertiyang baik,sifat-sifat yang terpuji dan akhlaq yang mulia.
Karena menghiasi amal perbuatan dengan budi pekerti yang baik diwaktu sekarang itu merupakan tanda diterimannya amaldi saat nanti. Di samping itu juga, budi pekerti yang baik sebagaimana dibutuhkan oleh pelajar (santri) ketika ia belajar, seorang guru juga membutuhkannya ketika sedang dalam proses belajar mengajar.
Ketika derajat akhlaq sudah mencapai pada tingkatan ini, sementara ketentuan kreteria akhlaq secara detail belumlah jelas, maka apa yang aku lihat, yakni kebutuhan para pelajar akan budi pekerti dan susahnya mengulang-ulang untuk mengingatkan kesalahan akhlaq mereka, telah mendorong aku untuk mengumpulkan risalah ini sebagai pengingat pribadiku sendiri khususnya dan umumnya orang-orang yang memiliki wawasan dangkal. Kemudian aku beri nama risalah ini dengan nama “Adab al Alim Wa al Muta’allim”, semoga dengan risalah ini, Allah memberikan manfaat dalam kehidupan ini dan setelah mati nanti. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang menguasai segala kebaikan.
***
Buku ini sangat layak menjadi bacaan umat Islam, bukan hanya di kalangan pesantren atau generasi muda, akan tetapi juga masyarakat Islam pada umumnya. K.H. Hasyim Asy'ari menuliskan risalah ini dengan pebuh hikmat dan ditaburi mutiara-mutiara akhlaq yang patut diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Download Buku Gratis di SINI.