ARUNGSEJARAH.COM - Konferensi Malino – Jejak Negara Indonesia Timur (NIT) Ibukota Makassar.
Konferensi Malino merupakan pertemuan yang digagas Letnan Gubernur Jenderal Hindia-Belanda Dr. Hubertus Johannes van Mook.
Konferensi ini berlangsung sejak tanggal 15 Juli hingga 25 Juli 1946 di wilayah Malino, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan saat ini.
Konferensi Malino dilaksanakan dengan tujuan untuk membahas rencana pembentukan negara-negara bagian yang berbentuk federasi di Indonesia, serta rencana pembentukan negara yang meliputi daerah Indonesia bagian Timur.
Konferensi ini dihadiri oleh 39 orang perwakilan dari 15 daerah di Kalimantan dan Timur Besar (De Groote Oost)
Meski gagasan ini mendapat kecaman dari kaum republikan, namun van Mook berhasil melaksanakan konferensi ini dengan baik dan menghasilkan beberapa keputusan penting yang ditindaklanjuti pada Konferensi Denpasar di Bali. Salah satunya yakni mendirikan Negara Indonesia Timur atau NIT.
***
Peristiwa Konferensi Malino ini sesungguhnya berawal ketika pada tanggal 1 November 1945 Pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat politik.
Dalam maklumat tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah Indonesia menginginkan pengakuan terhadap Negara dan Pemerintah Republik Indonesia, khususnya dari pihak Sekutu dan Belanda yang dibuat sebelum Perang Dunia II.
Pemerintah juga berjanji akan mengembalikan semua milik asing atau memberi ganti rugi atas milik asing yang telah dikuasai oleh Pemerintah Indonesia.
Selain itu dikeluarkan pula Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945 bahwa pemerintah menginginkan berdirinya partai-partai politik sebagai salah satu sarana untuk membantu perjuangan, khususnya dalam hal diplomasi dengan berbagai negara.
Sebagai realisasi dari Maklumat Pemerintah tersebut, kabinet presidensial yang dipimpin oleh Presiden Soekarno diganti dengan kabinet ministerial (Parlementer).
Sutan Sjahrir kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia. Pemerintah baru ini (Kabinet Sjahrir) segera mengadakan kontak diplomatik dengan pihak Belanda dan Inggris sebagai perwakilan Sekutu.
Pemerintah Inggris yang memang ingin segera melepaskan diri dari persoalan-persoalan yang dihadapi sejak menginjakkan kaki di Indonesia kemudian mengutus Duta Istimewa ke Indonesia yakni Sir Archibald Clark Kerr untuk melakukan perundingan.
Sedangkan pemerintah Belanda mengutus Wakil Gubernur Jenderal Dr. H. J. van Mook.
Di awal perundingan van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda yang telah diungkapkan Ratu Belanda dalam pidatonya pada tanggal 7 Desember 1942.
Dikutip dari buku Sejarah nasional Indonesia VI Edisi ke 4, 1984 hlm., 124 dan dimuat juga dalam Regerings Voorlichtings Dienst, Indonesia's Toekomst, 1946, hlm., 13- 15, secara garis besar isi pidato Van Mook tersebut menyebutkan bahwa:
- Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di lingkungan Kerajaan Nederland
- Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia, sedang urusan luar negeri diurus oleh pemerintah Belanda.
- Sebelum dibentuknya persemakmuran akan dibentuk pemerintah peralihan selama 10 tahun.
- Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB.
Kendati demikian, pelaksanaan Konferensi Malino ini mendapat kritikan dari kaum Republikan.
Mereka menggambarkan konferensi tersebut hanya penipuan dan tidak akan ada yang akan bergabung di dalamnya. Bagaimana mungkin melaksanakan konferensi secara demokrasi, sementara masyarakat dibungkam oleh bayonet Belanda.
Karenanya, keputusan yang diambil dalam konferensi itu akan ditolak oleh rakyat Indonesia. Orang-orang yang ikut dalam konferensi tersebut dianggap pengkhianat, menjadi pelayanan Belanda dan tidak mewakili siapa pun kecuali pemerintah kolonial Belanda.
Kritik tajam dari media-media Indonesia mengenai Konferensi Malino juga dimuat di De Waarheid atau De Maasbode, Selasa 16 Juli 1946.
Kritikan ini menyebutkan bahwa sebelum pelaksanaan konferensi, beberapa pemimpin nasionalis telah ditangkap dan dipenjara tanpa diberi kesempatan membela diri.
Bagi kaum republikan, Konferensi Malino dianggap penipuan besar yang dimaksudkan untuk meyakinkan dunia bahwa Belanda cinta demokrasi.
Meski demikian, pelaksanaan Konferensi Malino ini berjalan dengan baik dan ditindaklanjuti dengan Konferensi Denpasar pada tanggal 18 Desember 1946.
Berdasarkan hasil Konferensi Malino ini, Negara Indonesia Timur atau NIT pun berhasil berdiri dengan terbentuknya Kabinet Nadjamuddin Daeng Malewa I yang memerintah sejak 13 Januari 1947 - 2 Juni 1947.
Setelah menjalankan pemerintahan selama kurang lebih 3 tahun, NIT akhirnya bubar dengan sendirinya, bersamaan dengan pembubaran Kabinet RIS pada tanggal 15 Agustus 1950.
Pembubaran kabinet ini didasarkan pada Keputusan Presiden RIS Nomor 241, 1950 tanggal 15 Agustus 1950. (IDWAR ANWAR)
* Dapatkan buku Pemilu
1955 di Sulawesi Selatan/Tenggara, Berebut Suara di Daerah Konflik -
Strategi dan Pertarungan Ideologi Partai-Partai Politik)
Tonton Videonya di Youtube IDWAR ANWAR