ARUNGSEJARAH.COM - Jejak Kebudayaan Megalitik di Butta Toa Bantaeng.
Butta Toa sebuah julukan untuk menyebutkan wilayah Bantayang atau Bonthain yang kini disebut sebagai Bantaeng yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan.
Nama Bantayang merupakan salah satu wilayah yang disebutkan Empu Prapanca, bahkan nama Bantayang dalam karyanya Negarakertagama dalam Pupuh 14 yang ditulisnya pada tahun 1365.
Disebutkannya nama Bantaeng dalam Negarakertagama ini memberikan indikasi bahwa wilayah Bantaeng cukup diperhitungkan pada masa itu oleh Kerajaan Majapahit yang banyak menguasai wilayah di Nusantara di masa itu.
Butta Toa Bantaeng, menyimpan banyak misteri masa lalu yang pada tulisan kali ini, akan diungkap mengenai situs-situs prasejarah Mengalitik yang ada di Bantaeng.
***
Nama Bantaeng dalam Rekonstruksi Kebudayaan, mempunyai sejarah-kebudayaan yang sangat panjang dari masa yang sangat tua.
Berbagai tinggalan budaya dari masa prasejarah, Islam hingga kolonial ditemukan di daerah ini.
Salah satunya tentang Tradisi Megalitik di Banteng, seperti yang diungkap dalam buku Butta Toa “Jejak Arkeologi Budaya Taola, Logam, dan Tradisi Berlanjut di Bantaeng” yang disunting M. Irfan Mahmud bersama Budianto Hakim yang terbit pada tahun 2017.
Dari aspek prasejarah, Bantaeng mempunyai dua gua prasejarah penting, yaitu Situs Gua Panganreang Tudea dan Situs Gua Batu Ejaya, dimana stratigrafinya, dijadikan rujukan, untuk menjelaskan tentang budaya Toala, di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan bukti arkeologi, van Stein Callenfels (pada tahun 1937) menunjukkan bahwa kedua situs tersebut mengandung data penting untuk menjelaskan tentang prasejarah Sulawesi.
Oleh karenanya, kedua situs prasejarah di kawasan Batu Ejaya (Bantaeng) tersebut sangat penting dalam rekonstruksi awal sejarah-kebudayaan, khususnya Sulawesi Selatan.
Dalam peta sejarah Indonesia, Bantaeng memang masih tergolong sebuah kerajaan kecil di pantai semenanjung selatan Sulawesi. Meskipun demikian nuansa kekunaannya telah mencuat dalam bentuk temuan-temuan arkeologis, berupa terrakota, makam-makam kuna, keramik asing dan wadah gerabah (Hasanuddin, 2009).
Temuan wadah keramik asing dari situs-situs Butta Toa ini, telah banyak digunakan untuk menetapkan pertanggalan relatif peradaban Bantaeng dalam konteks sejarah kuna Indonesia.
Dalam artikelnya berjudul “Bantayan; An early Makassarese Kingdom 1200-1600 AD”, yang diterbitkan dalam Jurnal Archipel di Perancis pada tahun 1998, Wayne Anthony Bougas menggambarkan tentang adanya kampung lama di tiga daerah aliran sungai di Bantaeng.
Kampung lama di pedalaman dan dataran tinggi tersebut bersatu dan membentuk satu kerajaan di pesisir selatan Sulawesi Selatan sekitar tahun 1200 hingga 1600 M.
Selama kurun waktu itu, menurut Bougas, Bantaeng telah mengalami proses transformasi sosial, pengalihan kekuasaan, perkembangan subsistensi sawah serta pemusatan dan penyebaran pusat-pusat distribusi perdagangan (Fadillah, dkk. 1999).
Wilayah Bantaeng memang telah dihuni oleh Orang Toala. Mereka hidup pada 4700 tahun lalu, yang membuat dan menggunakan perkakas dari batu dan memanfaatkan gua-gua atau ceruk alami sebagai tempat tinggal.
Terkait Orang Toala, kehidupan dan tinggalan-tinggalan mereka sudah kami bahas pada video-video sebelumnya.
Setelah keberadaan Orang Toala, pada masa selanjutnya, keberadaan mereka digantikan kelompok masyarakat pengampu tradisi megalitik.
Tradisi megalitik ini terus menguat ketika memasuki masa proto sejarah, awal sejarah dan hingga kini masih terus menjadi bagian ritual kebudayaan.
Bukti-bukti hadirnya kebudayaan Megalitik tersebar luas dengan beragam temuan, dan sekaligus memberi justifikasi arkeologis Bantaeng sebagai Butta Toa.
Berdasarkan artikel yang ditulis Dr. Hasanuddin, M.Hum berjudul Tradisi Megalitik di Bantaeng, terdapat 5 Situs megalitik yang berhasil ditemukan di wilayah Bantaeng.
Situs-situs tersebut yakni Situs Onto, Situs Gantarangkeke, Situs Lembang Gantarangkeke, Situs Borong Toa (atau Sinowa) dan Situs Soerabaja.
1. Situs Onto
Situs Onto terletak di Desa Onto, Kecamatan Bantaeng pada posisi koordinat 119˚ Bujur Timur dan 05˚ Lintang Selatan dengan ketinggian 436 meter dari permukaan laut.
Desa Onto berada di sebelah utara Kota Bantaeng, berjarak sekitar 12 km.
Secara keseluruhan, morfologi ruang fisik Situs Onto berbentuk teras-teras, terdiri dari lima teras. Teras pertama terdapat tujuh altar, ditata membujur timur laut—barat daya, disebut sebagai batu pallantikang, yaitu tempat pelantikan raja-raja.
2. Situs Gantarangkeke
Situs Gantarangkeke terletak di lingkungan Dampang, Kelurahan Gantarangkeke, Kecamatan Gantarangkeke. Secara geografis situs ini berada pada koordinat 05º Lintang Selatan dan 120º Bujur Timur, dengan ketinggian 247 meter dari permukaan air laut.
Situs ini terletak di antara percabangan dua sungai, yaitu Sungai Patte yang mengalir di sebelah timur dan Sungai Biangkeke yang mengalir di sebelah barat.
Sungai Biangkeke dikenal sebagai bagian area situs awal terbentuknya Kerajaan Bantaeng.
3. Situs Lembang Gantarangkeke
Situs ini terletak di Kelurahan Lembang Gantarangkeke, Kecamatan Tompobulu pada koordinat 05º Lintang Selatan dan 120º Bujur Timur dan berada pada ketinggian 305 meter dari permukaan air laut.
Situs Lembang Gantarangkeke terletak 10 km ke arah utara, pada sebuah semenanjung di antara Sungai Biangkeke dan Sungai Patte, atau di sebelah utara sekitar 2 km dari Gantarangkeke.
Di Situs Lembang Gantarangkeke terdapat beberapa benda alam yang disakralkan.
Penduduk menjadikan benda sakral tersebut sebagai sarana ritual pada waktu-waktu tertentu.
4. Situs Borong Toa (Sinowa)
Situs Borong Toa terletak di Desa Borong Toa, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng.
Lokasi situs tepat berada pada koordinat 05° Lintang Selatan dan 119° Bujur Timur dengan ketinggian 656 meter dari permukaan laut.
Di situs ini ditemukan beberapa bentuk megalitik seperti susunan batu temu gelang, batu pemujaan, dan lumpang batu. Batu pemujaan berbentuk bulat digunakan sebagai media ritual adat, disebut “saukang”.
5. Situs Soerabaja
Situs ini terletak sekitar 800 meter dari jalan poros antara Bantaeng dengan Bulukumba. Secara administratif situs ini termasuk wilayah Desa Biangkeke, Kecamatan Pajjukukang.
Situs Soerabaja kurang dikenal oleh masyarakat sekarang, karena toponim itu berhubungan dengan berbagai kepentingan aktivitas kemaritiman Bantaeng di masa lampau.
Tonton Videonya di Youtube IDWAR ANWAR