ARUNGSEJARAH.COM
- Cornelis de Houtman Pembuka Jalur Kolonial Belanda Menuju Indonesia.
PERDAGANGAN rempah-rempah di Eropa pada abad pertengahan memiliki peran yang sangat penting di mana tidak hanya mengubah peta perdagangan dunia dengan membentuk jalur perdagangan baru, tetapi juga memperkaya pola konsumsi makanan masyarakat Eropa.
Salah satu elemen penting dalam perdagangan rempah-rempah di Eropa adalah kemajauan di dalam teknologi maritim Eropa (seperti yang diungkap Andaya, 1993 dan Brierley, 1994).
Jalur perdagangan baru yang dikenal sebagai “The Indian Ocean Trade Route” perlahan-lahan menggantikan jalur perdagangan darat yang sebelumnya dikenal sebagai “Silk Route”.
Indian Ocean Trade yang dimulai sekitar tahun 800 Masehi, pada awalnya dimonopoli oleh para pedagang Arab dan kemudian juga para saudagar yang berasal dari Venesia (Wright, 2007: 2) yang kemudian menjadi pintu masuk pedagang Arab ke Eropa.
Untuk menjaga monopoli mereka, pedagang perantara Arab ini kemudian merahasiakan darimana asal barang dagangan mereka.
Namun Rute perdagangan ini mengalami kemunduran sekitar tahun 1500-an, ketika Portugis mulai mengambil alih dan memonopoli perdagangan rempah dan emas.
Dan sekitar 100 tahun kemudian, peran Portugis perlahan-lahan diambil alih oleh Belanda, yang dimulai dengan pelayaran pertama yang dilakukan oleh Cornelis de Houtman.
Walaupun pelayaran pertama ini dapat dianggap kurang berhasil jika dibanding dengan banyaknya nyawa yang hilang, namun pelayaran ini menjadi pembuka jalan bagi pedagang-pedagang Belanda melakukan pelayaran ke Nusantara.
Terbukanya jalur pelayaran bagi pedagang Belanda ini pun berujung dengan dibentuknya VOC pada tanggal 20 Maret 1602 (Reid, 2000) dan dijadikannya daerah-daerah di Nusantara sebagai koloni Belanda.
***
Cornelis de Houtman lahir di Gouda, Holland Selatan, Belanda pada tanggal 2 April 1565. Ia memiliki saudara bernama Frederik de Houtman.
Cornelis de Houtman merupakan seorang penjelajah berkebangsaan Belanda yang pertama kali melakukan pelayaran dari Eropa ke Indonesia dan berhasil memulai perdagangan rempah-rempah bagi Belanda.
Pada akhir abad ke 16, desas-desus tentang pulau yang kaya dan subur telah tersebar dan menjadi bahan pembicaraan kalangan kaum pedagang di Eropa, termasuk Belanda.
Pada tahun 1592 para pedagang mengirim Cornelis de Houtman ke Lisbon Portugal untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya tentang keberadaan pulau tersebut.
Pada masa itu Portugal dan Spanyol menjadi penguasa di wilayah yang memiliki potensi kekayaan akan rempah-rempah. Di Lisbon Cornelis berhasil mendapatkan informasi tentang pulau-pulau tersebut.
Setelah 2 tahun berada di Lisbon, de Houtman kembali ke Belanda. Di Belanda de Houtman bertemu dengan Jan Huygen van Linschoten yang merupakan penjelalah dan pedagang berkebangsaan Belanda yang pernah ikut bekerja di kapal Portugis dari tahun 1579-1592.
Pertemuan de Houtman dengan Linschoten memberikan petunjuk yang lebih rinci tentang perjalanan menuju kepulauan sumber rempah-rempah yang sangat dirahasiakan Portugis selama 100 tahun.
Melalui Linschoten lah, petunjuk pelayaran yang sangat mendetail diperoleh yang membuat de Houtman semakin yakin akan dapat menemukan wilayah yang menjadi sumber rempah-rempah tersebut.
Terlebih lagi, Linschoten memiliki tulisan perjalanan ke sumber rempah-rempah tersebut. Tulisan tersebut bukan hanya berisi kisah perjalanan dalam bentuk tulisan, akan tetapi yang paling penting, Linschoten melengkapinya dengan peta perjalanan yang berhasil disalinnya dari peta rahasia pelayaran Portugis ditambah berdasarkan pengalamannya.
Linschoten juga melengkapi tulisannya dengan gambar-gambar situasi pelayaran dan kehidupan masyarakat yang ditemui Linschoten yang digambarnya sendiri.
Tulisan ini pun diterbitkan pada tahun 1596 dengan judul Itinerario, Voyage ofte Schipvaert van Jan Huygen van Linschoten naer Oost ofte Portugaels. Karya Jan Huyghen van Linschoten ini pertama kali diterbitkan dalam bahasa Belanda pada tahun 1596 di Amsterdam oleh Cornelis Claeszoon.
Akan tetapi cetakan tidak resminya telah terbit pada tahun 1595 yang dilakukan oleh de Houtman dkk untuk keperluan pelayarannya.
Sebelumya, pada tahun 1594 pada pedangan Belanda telah mendirikan Compagnie van Verre atau Perusahaan Jarah Jauh. Melalui perusahaan gabungan yang didalamnya terdapat 10 perusahaan ini, de Houtman pun dipercayakan untuk memimpin pelayaran pertama menuju kepulauan rempah-rempah berdasarkan peta yang dibuat Linschouten.
Dengan modal perusahaan sebanyak 290.000 Gulden yang jumlahnya sangat besar pada masa itu, diperintahkanlah untuk mempersiapkan segala keperluan pelayaran, khususnya membuat 4 buah kapal yang akan digunakan melakukan pelayaran.
Setelah selesai, pada tanggal 2 April 1595 Cornelis de Houtman memulai pelayarannya. Bersama rombongannya Cornelis de Houtman meninggalkan Amsterdam dan berangkat menuju wilayah Asia Tenggara.
Dengan menggunakan 4 buah kapal yakni Mauritius, Hollandia, Duyfken, dan Amsterdam.
Salah satu kapal yang terbesar dinamai Pangeran-Stadtholder de Mauritius. Secara pribadi, sang Pangeran menghadiri penyelesaian kapal ini.
Mauritius dan Hollandia memiliki kapasitas 460 ton. Adapun Amsterdam berkapasitas 260 ton. Sedangakan Duyfken yang memang dimaksudkan sebagai kapal pengintai, hanya berkapasitas tidak lebih dari 50 ton.
Kapasitas ini tentu masih jauh tertinggal dibanding kapal-kapal Portugis yang berlayar ke Hindia yang rata-rata memiliki kapasitas hingga 1400 ton.
Sebanyak 249 orang turut dalam pelayaran yang dipimpin de Houtman ini. Selain itu mereka juga membawa 66 senjata laras panjang dan 36 pistol.
Rombongan ini berlayar dengan rute menyusuri pantai Barat benua Afrika dan sempat singgah di O. der Abrolhos di pantai Brasil.
Namun perjalanan yang mereka lalui tidaklah mudah. Meskipun telah mendapatkan berbagai macam informasi tentang kesulitan yang dihadapi, khususnya dari buku Linschoten, akan tetapi informasi tersebut tentu saja tidak akan sama persis dengan yang sesungguhnya akan dihadapi dalam perjalanan.
Beberapa hal-hal tak terduga menimpa rombongan Cornelis de Houtman.
Sepanjang perjalanan, beberapa rombongan de Houtman diserang berbagai penyakit. Mereka juga harus berhadapan dengan stok makanan yang semakin berkurang, sementara mereka belum mendapatkan tempat untuk berlabuh.
Belum lagi badai yang kadang datang menghempas kapal-kapal mereka.
Di dalam kapal sendiri, terjadinya perselisihan bahkan pertengkaran yang dipicu ketatnya peraturan yang diterapkan kapten kapal yang membuat awak kapal tidak senang.
Pertengkaran ini pun berakibat pada terbunuhnya beberapa awak kapal. Sedangkan beberapa lainnya harus dipenjara di dalam kapal.
Akibat situasi yang semakin tidak stabil, akhirnya rombongan de Houtman memilih untuk berlabuh di Madagaskar. Akan tetapi karena semakin banyaknya kru kapal yang meninggal, akhirnya rombongan menetap selama 6 bulan.
Beberapa rombongan yang meninggal juga dimakamkan di pulau ini.
Setelah menetap sekitar 6 bulan, rombongan de Houtman melanjutkan perjalanan.
Setelah berbulan-bulan melakukan pelayaran, akhirnya rombongan de Houtman tiba Banten pada tanggal 27 Juni 1596.
Pada awal kedatangannya di Banten, rombongan Cornelis de Houtman disambut baik oleh penduduk. Untuk menaikkan kewibawaan dan derajat, mereka menggunakan gelar-gelar kemiliteran yang juga mulai dikenal masyarakat di Banten.
Apalagi situasi Banten yang ditemukan de Houtman tidak jauh berbeda dengan kota Amsterdam di Belanda yang sangat ramai dan terlihat sibuk. Beberapa pedagang asing dari berbagai belahan dunia juga banyak terlihat di Banten.
Akan tetapi setelah beberapa lama, tabiat kasar dan perilaku buruk pun mulai ditunjukkan para awak kapal rombongan de Houtman. Sikap buruk tersebut menyababkan terjadinya kekacauan dan pertikaian. Banyak dari rombongan de Houtman yang ditangkap dan bahkan dipenjara, termasuk kakak Corneli yakni Frederik de Houtman.
Kelakuan buruk ini pun membuat Sultan Banten bersama dengan petugas Portugis di Banten, mengusir rombongan de Houtman tersebut. Sebelum meninggalkan Banten, Cornelis pun harus menebus orang-orangnya yang ditangkap.
Akhirnya Cornelis meninggalkan Banten pada tanggal 13 September 1596. Namun pada tanggal 11 Oktober 1596 kembali datang untuk menebus orang-orangnya hingga menghabiskan 10.000 real.
Ekspedisi de Houtman berlanjut ke Pulau Sumatera dengan menyusuri pantai utara pulau Jawa. Akan tetapi dalam perjalannya, rombongan Cornelis mengalami musibah. Kapal Amsterdam menabrak karang hingga harus berjalan perlahan menyusuri pantai utara pulau Jawa. Selain itu, Kapal ini pun diserang sekelompok perompak.
Mengetahui hal tersebut kapal Hollandia dan Mauritius bergegas menyelamatkan dan berhasil merebut kembali kapal tersebut. Akibat peristiwa ini sebanyak 12 orang tewas di kapal Amsterdam dan tidak kurang dari 13 orang terluka.
Akhirnya mereka pun singgah di pulau Madura dan melakukan kekacauan dengan menyerang penduduk setempat. Rombong Cornelis de Houtman mengira bahwa para perompak yang menyerang kapal mereka berasal atau ada hubungannya dengan Madura yang posisinya tidak begitu jauh dari lokasi perompakan.
Akibat peristiwa di Madura ini, seorang pangeran di Madura terbunuh, beberapa awak kapal Belanda ditangkap dan ditahan, sehingga de Houtman pun kembali membayar denda untuk melepaskannya.
Akhirnya kapal-kapal tersebut kemudian berlayar ke Bali dan tiba pada tanggal 26 Februari 1597. Berkat seorang Belanda bernama Rodenburch yang merupakan tamu dari pangeran paling terkemuka di Bali, akhirnya mereka pun disambut dengan kemegahan di pantai untuk menerima kapal-kapal Belanda dan menikmati salvo.
Mereka kemudian bertemu dengan raja Bali dan kembali berhasil mendapatkan rempah-rempah.
Akhirnya setelah berhasil memperoleh beberapa rempah-rempah termasuk beberapa pot merica, rombongan de Houtman pun kembali ke Belanda.
Kendati ada beberapa orang yang menuju Maluku selama berada di Bali, namun jadwal yang ditetapkan untuk kembali ke Belanda pada akhir Februari tidak dapat diundur lagi.
Pada tanggal 25 Februari 1597, perjalanan pulang ke Belanda akhirnya dimulai dengan hanya 90 orang yang tersisa, dari 249 orang yang berangkat dalam pelayaran.
Dengan berlayar melalui pantai selatan pulau Jawa, akhirnya rombongan Cornelis de Houtman pun tiba kembali di Belanda dengan membawa rempah-rempah yang selama ini dicari yakni sebanyak 240 kantong lada, 45 ton pala, dan 30 bal bunga pala.
Pada 14 Agustus 1597, kapal terakhir Hollandia berhasil masuk ke pelabuhan setelah sebelumnya tiga kapal dari rombongan telah berhasil berlabuh pada tanggal 11 Agustus 1597.
Pelayaran yang digagas Compagnie van Verra ini walaupun hasil yang di bawa tidak sebanding dengan banyaknya nyawa yang hilang, namun pelayaran de Houtman ini dianggap berhasil sebab mampu membuka jalan bagi pelayaran-pelayaran berikutnya.
Akibatnya, ekspedisi-ekspedisi selanjutnya pun terus dilakukan Belanda, hingga terbentuk VOC yang berujung pada praktik kolonialisme di Nusantara. (IDWAR ANWAR)
* Dapatkan buku Pemilu
1955 di Sulawesi Selatan/Tenggara, Berebut Suara di Daerah Konflik -
Strategi dan Pertarungan Ideologi Partai-Partai Politik)
Tonton Videonya di Youtube IDWAR ANWAR
----------
Sumber:
Andaya, Leonard Y (1993). The World of Maluku, Eastern Indonesia in the Early Modern Period, University of Hawaii Press, Honolulu.
Blonk, Dr. A. (1938). Cornelis De Houtman, En Het Begin Onzer Zeevaart Op Indië 1565—1599. V. A. Kramers - Rijswijk (Z.-H.).
Brierley, Joanna Hall (1994). Spices, The Story of Indonesia’s Spice Trade. Oxford University Press.
Reid, Anthony. (2000). Charting the Shape of Early Modern Southeast Asia. Berkeley, UC Berkeley.
Wright, Clifford A. (2007). “The Medieval Spice Trade and the Diffusion of the Chile”, Gastronomica, 7 (2): 35-43. Diakses dari http://online.ucpress.edu/gastronomica/article-pdf/7/2/35/148072/gfc_2007_7_2_35.pdf by guest on 14 June 2020.